Begitulah sosok Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan yang mengatakan pemerintah harus berhati-hati
POJOKKARAWANG.id – Mantan Menteri Kesehatan (Menteri Kesehatan) Indonesia, Siti Fadilah Supari pun mengomentari kasus tersebut dokter palsu.
Melalui media sosial, Siti Fadilah mengaku khawatir dengan fenomena tersebut dokter palsu yang baru terungkap yakni kasus Susanto.
Berdasarkan Siti Fadilahpemerintah ke depan harus berhati-hati dalam melakukan pengawasan terhadap dokter, apalagi dengan adanya omnibus law ke depan.
Baca juga: Dedi Mulyadi Angkat Martabat Pengamen Jalanan, Addo dan Istri Berkali-kali Menangis Bahagia
Menurutnya, Omnibus law akan membanjiri dokter di Indonesia.
“Bisa jadi dokter dari negara tetangga tidak bisa lagi praktik di negaranya dan kemudian membuka praktik di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus hati-hati.” tegas Siti Fadilah.
Sebab menurutnya, saat ini pemerintah sendiri yang mengawasi dokter.
Penyataan Siti Fadilah Hal ini tentu mencuri perhatian publik. Masih ingat sosoknya?
Baca juga: Bikin santapanmu makin nikmat, berikut cara membuat bawang goreng pedas yang renyah dan gurih
Berikut rangkuman profil dari Siti Fadilah Supari:
Siti Fadilah adalah seorang dosen dan ahli jantung yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010.
Sebelumnya, perempuan kelahiran 6 November 1949 ini menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada tanggal 20 Oktober 2004, Siti Fadilah dipilih Presiden SBY, karena Presiden menginginkan sosok yang tegas dalam memimpin Kementerian Kesehatan.
Ia diangkat menjadi Menteri pada 21 Oktober 2004.
Ia merupakan satu dari empat perempuan yang menjabat menteri di Kabinet Indonesia Bersatu, selain Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.
Selain menjabat sebagai menteri, ia bekerja sebagai staf pengajar kardiologi di Universitas Indonesia.
Baca juga: Kawan UAS Diperiksa Polisi Gara-gara Buka Posko Warga Rempang, Tim Pengacara HRS Mulai G
Siti telah menjadi dokter spesialis jantung di RS Jantung Harapan Kita selama 25 tahun. Pada tahun 2007, ia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung merupakan konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung.
Buku ini menuai protes dari para pejabat tinggi WHO dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1987, Siti menerima Penghargaan Penyidik Terbaik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Penghargaan Penyidik Muda Terbaik pada Kongres Kardiologi di Manila, Filipina (1988).
Baca juga: Tips dan Trik Ampuh Mengatasi Baby Tantrum Saat Traveling
Ia menerima Penghargaan Penyelidik Terbaik dari Konferensi Ilmiah Omega 3 di Texas, Amerika Serikat (1994) dan Penghargaan Anthony Mason dari Universitas South Wales (1997).
Ia juga menerima beberapa penghargaan dari Amerika dan Australia. Tidak kurang dari 150 karya ilmiah telah dipublikasikan di jurnal lokal, regional, dan internasional.
Namun, ia tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan.
Pada tahun 2017, ia terlibat kasus pidana korupsi alat kesehatan pada tahun 2004.
Baca juga: Penyebab dan Cara Paling Ampuh Mengatasi Guilty Complex
Ketika dia menjabat, dia melakukannya Menteri Kesehatan Di sinilah dia terganjal kasus korupsi. Siti diduga menunjuk langsung Indofarma untuk mengerjakan pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa pada tahun 2005.
Siti disebut telah meminta kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen Kementerian Kesehatan, Mulya Hasjmy, untuk memilih PT Indofarma sebagai penyedia buffer stock.
Kemudian PT Indofarma menunjuk PT Mitra Medidua untuk mengerjakan proyek tersebut.
Baca juga: Merasakan kecemasan yang luar biasa, Lia ITZY hiatus dari aktivitas di dunia hiburan
Selain penunjukan langsung, Siti juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1,85 miliar dari PT Graha Ismaya.
Uang tersebut diberikan agar Siti menyetujui perubahan anggaran pengadaan alkes I dan pemasok alkes I.
Siti menerima 20 buah Mandiri Traveller Cheque senilai Rp500 juta dan satu buah traveller’s cheque senilai Rp1,37 miliar.
Siti Fadilah dinyatakan bebas setelah menjalani hukuman empat tahun di Rutan Kelas I Pondok Bambu. ***
Artikel ini awalnya muncul di www.pojoksatu.id